Kamis, 12 November 2009

laporan termoregulasi

TERMOREGULASI
Tujuan :
1. Mempelajari perubahan aktivitas jantung Daphnia sp. Dalam berbagai temperatur lingkungan
2. Menentukan koefisien (Q10)

1. PENDAHULUAN
Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi adalah elemen-elemen dari homeostasis. Dalam termoregulasi dikenal adanya hewan berdarah dingin (cold-blood animals) dan hewan berdarah panas (warm-blood animals). Namun, ahli-ahli Biologi lebih suka menggunakan istilah ektoterm dan endoterm yang berhubungan dengan sumber panas utama tubuh hewan. Ektoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari lingkungan (menyerap panas lingkungan). Suhu tubuh hewan ektoterm cenderung berfluktuasi, tergantung pada suhu lingkungan. Hewan dalam kelompok ini adalah anggota invertebrata, ikan, amphibia, dan reptilia. Sedangkan endoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari hasil metabolisme. Suhu tubuh hewan ini lebih konstan. Endoterm umum dijumpai pada kelompok burung (Aves), dan mamalia. (http://firebiology07.wordpress.com/2009/04/21/termoregulasi-pengaturan-suhu-tubuh/)
Termoregulasi manusia berpusat pada hypothalamus anterior terdapat tiga komponen pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas, yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan saraf eferen serta termoregulasi (Swenson, 1997). Pengaruh suhu pada lingkungan, hewan dibagi menjadi dua golongan, yaitu poikiloterm dan homoiterm. Poikiloterm suhu tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan. Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tubuh luar. Hewan seperti ini juga disebut hewan berdarah dingin. Dan hewan homoiterm sering disebut hewan berdarah panas (Duke’s, 1985).
Pada hewan homoiterm suhunya lebih stabil, hal ini dikarenakan adanya reseptor dalam otaknya sehingga dapat mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm dapat melakukan aktifitas pada suhu lingkungan yang berbeda akibat dari kemampuan mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm mempunyai variasi temperatur normal yang dipengaruhi oleh faktor umur, faktor kelamin, faktor lingkungan, faktor panjang waktu siang dan malam, faktor makanan yang dikonsumsi dan faktor jenuh pencernaan air (Swenson, 1997).
Hewan berdarah panas adalah hewan yang dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya. Sebagian panas hilang melalui proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan. Melalui evaporasi berfungsi menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. Contoh hewan berdarah panas adalah bangsa burung dan mamalia, hewan yang berdarah dingin adalah hewan yang suhu tubuhnya kira-kira sama dengan suhu lingkungan sekitarnya (Guyton, 1987).
Suhu tubuh tergantung pada neraca keseimbangan antara panas yang diproduksi atau diabsorbsi dengan panas yang hilang. Panas yang hilang dapat berlangsung secara radiasi, konveksi, konduksi dan evaporasi. Radiasi adalah transfer energi secara elektromagnetik, tidak memerlukan medium untuk merambat dengan kecepatan cahaya. Konduksi merupakan transfer panas secara langsung antara dua materi padat yang berhubungan lansung tanpa ada transfer panas molekul. Panas menjalar dari yang suhunya tinggi kebagian yang memiliki suhu yang lebih rendah. Konveksi adalah suatu perambatan panas melalui aliran cairan atau gas. Besarnya konveksi tergantung pada luas kontak dan perbedaan suhu. Evaporasi merupakan konveksi dari zat cair menjadi uap air, besarnya laju konveksi kehilangan panas karena evaporasi (http://feylana.wordpress.com/2008/06/21/termoregulasi/)
Termoregulasi
(Sistem Pengaturan Panas)Berdasarkan kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuh, hewan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : 1. Poikiloterm, 2. Homeoterm.
Keterangan:
Hewan Poikiloterm
Yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu berubah seiring dengan berubahnya suhu lingkungan.


Hewan Homeoterm
Yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu konstan/tidak berubah sekalipun suhu lingkungannya sangat berubah.(http://sakura.890m.com/TUGAS_02/index5-1.html)
Jenis-jenis dan macam-macam adaftasi
1. Adaptasi Morfologi
Adaptasi morfologi adalah penyesuaian pada organ tubuh yang disesuaikan dengan kebutuhan organisme hidup. Misalnya seperti gigi singa, harimau, citah, macan, dan sebagainya yang runcing dan tajam untuk makan daging. Sedangkan pada gigi sapi, kambing, kerbau, biri-biri, domba dan lain sebagainya tidak runcing dan tajam karena giginya lebih banyak dipakai untuk memotong rumput atau daun dan mengunyah makanan.
2. Adaptasi Fisiologi
Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk mempertahankan hidup dengan baik. Contoh adapatasi fisiologis adalah seperti pada binatang / hewan onta yang punya kantung air di punuknya untuk menyimpan air agar tahan tidak minum di padang pasir dalam jangka waktu yang lama serta pada anjing laut yang memiliki lapisan lemak yang tebal untuk bertahan di daerah dingin.
3. Adaptasi Tingkah Laku
Adaptasi tingkah laku adalah penyesuaian mahkluk hidup pada tingkah laku / perilaku terhadap lingkungannya seperti pada binatang bunglon yang dapat berubah warna kulit sesuai dengan warna yang ada di lingkungan sekitarnya dengan tujuan untuk menyembunyikan diri.
Termoregulasi pada Manusia
Termoregulasi manusia berpusat pada hypothalamus anterior terdapat tiga komponen pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas, yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan saraf eferen serta termoregulasi dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya
Mekanisme pengaturan suhu tubuh merupakan penggabungan fungsi dari organ-organ tubuh yang saling berhubungan. didalam pengaturan suhu tubuh mamalia terdapat dua jenis sensor pengatur suhu, yautu sensor panas dan sensor dingin yang berbeda tempat pada jaringan sekeliling (penerima di luar) dan jaringan inti (penerima di dalam) dari tubuh.Dari kedua jenis sensor ini, isyarat yang diterima langsung dikirimkan ke sistem saraf pusat dan kemudian dikirim ke syaraf motorik yang mengatur pengeluaran panas dan produksi panas untuk dilanjutkan ke jantung, paru-paru dan seluruh tubuh. Setelah itu terjadi umpan balik, dimana isyarat, diterima kembali oleh sensor panas dan sensor dingin melalui peredaran darah.
Sebagian panas hilang melalui proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan. Melalui evaporasi berfungsi menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. dan modifikasi sistim sirkulasi di bagian kulit. Kontriksi pembuluh darah di bagian kulit dan countercurrent heat exchange adalah salah satu cara untuk mengurangi kehilangan panas tubuh. Mausia menggunakan baju merupakan salah satu perilaku unik dalam termoregulasi
(http://firebiology07.wordpress.com/2009/04/21/termoregulasi-pengaturan-suhu-tubuh/)

2. ALAT DAN BAHAN
No Alat No Bahan
1 Mikroskop 1 Es batu
2 Thermometer 2 Kultur Daphnia Sp
3 Counter 3 Aquades
4 Pipet
5 Bunsen
6 Tabung reaksi
7 Beker gelas
8 Objek gelas

3. CARA KERJA
Siapkan kultur daphnia Sp

Pindahkan daphnia Sp dengan pipet pada kaca

Amati di mikroskop pembesaran 25X100

Atur daphnia agar jantungnya tampak jelas

Hitung jumlah denyut jantung dalam interval 15 detik sebanyak 3 X

4. HASIL FOTO PENGAMATAN

































1) Daphnia Sp yang telah dimasukkan ke dalam tabung reaksi dalam satu tabung reaksi satu, lalu dibagikan ke tiap-tiap kelompok.
2) Gelas ukur dipanaskan oleh Bunsen untuk mencapai suhu yang diinginkan
3) Penyesuaian Daphnia Sp pada suhu tadi.
4) Sesudah disesuaikan, disimpan Daphnia Sp pada objek gelas.
5) Pengamatan Daphnia Sp dibawah mikroskap dengan ukuran 25 X 100
6) Seekor Daphnia Sp yang tadi di bawah mikroskop dihitung denyut jantungnya.

Tabel Hasil Pengamatan

Suhu (C) Jumlah denyut jantung
(per 15 detik) Rata-rata denyut jantung (per menit) Q10
5 T1 = 7 17:3 = 5,6 x 4 = 22,6 161,3/22,6¬¬ 10/15-5
7,1
T2 = 6
T3 = 4
15 T1 = 61 121:3 = 40,3 x 4 = 161,3
224/161,310/25-15
1,38
T2 = 29
T3 = 31
25 T1 = 47 168:3 = 56 x 4 = 224 33,3/22410/35-25
0,14
T2 = 70
T3 = 68
35 T1 = 8 25:3 = 8,3 x 4 = 33,3 57,3/33,310/45-35
1,7
T2 = 8
T3 = 9
45 T1 = 11 43:3 = 14,3 x 4 = 57,3 74,6/57,310/15-5
1,3
T2 = 19
T3 = 13
55 T1 = 41 56:3 = 18,6 x 4 = 74,6
T2 = 15
T3 = mati










5. PEMBAHASAN
Dalam praktikum termoregulasi ini kita akan mengetahui denyut jantung hewan Daphnia sp yang akan di sesuaikan dengan beberapa suhu. Daphnia sp termasuk dalam golongan udang-udangan, namun dalam proses perkembangan belum lebih jauh. Lapisan luar mengalami inolting atau edisis sebanyak 17 kali. Mulut Daphnia sp terdiri dari satu labium, satu pasang mandibula (Radiopoetro,1997).
Menurut Watermen (1960) hewan kecil memeliki frekuensi denyut jantung lebih cepat dari pada hewan dewasa, baik itu pada suhu/temperatur panas, sedang, dingin maupun alkoholik. Hal ini di sebabkan adanya kecepatan metabolic yang di miliki hewan tersebut. Melanisme kerja jantung Daphnia sp berbanding langsung dengan kebutuhan oksigen perunit berat badannya, Daphnia sp sangat di pengaruhi oleh kondisi lingkungan yang mana organisme ini perkembangan larva menjadi dewasa hanya dalam waktu 4 hari.
Faktor-faktor yang mempengarihu kerja denyut jantung Daphnia sp : Aktivitas, Ukuran dan umur, Cahaya, Temperature, Obat-obatan, Faktor biologis.
(http://www.muslikhin.blogspot.com/2008/03/kerjajantungDaphnia sp.html)
Hukum Van’t Hoff menyatakan “Bahwa setiap peningkatan suhu sebesar 10oC akan meningkatkan laju konsumsi oksigen atau dalam hal ini adalah denyut jantung sebesar 2 sampai 3 kali kenaikan”.
Denyut jantung Daphnia sp dalam keadaan normal sebanyak 120 denyut per menit. Pada keadaan tertentu kecepatan rata-rata denyut jantung Daphnia sp dapat berubah-ubah di sebabkan oleh beberapa faktor, misalanya :
 Denyut jantung lebih cepat pada wakt sore hari
 Densitas populasi rendah
 Betina mengerami telur
 Sedang stress
 Kondisi kurang optimal
(http://www.muslikhin.blogspot.com/2008/03/kerjajantungDaphnia sp.html)






DAFTAR PUSTAKA
Duke, NH. 1995. The Physiology of Domestic Animal. Comstock Publishing: New York.
Guyton, D.C. 1993. Fisiologi Hewan, edisi 2. EGC. Jakarta.
Swenson, GM. 1997. Dules Physiology or Domestic Animals. Publishing Co. Inc : USA.
(http://firebiology07.wordpress.com/2009/04/21/termoregulasi-pengaturan-suhu-tubuh/)
(http://feylana.wordpress.com/2008/06/21/termoregulasi/)
(http://sakura.890m.com/TUGAS_02/index5-1.html)
(http://www.muslikhin.blogspot.com/2008/03/kerjajantungDaphnia sp.html)
(http://www.muslikhin.blogspot.com/2008/03/kerjajantungDaphnia sp.html)

PEMBUATAN PREPARAT BAKTERI DAN PEWARNAAN TUNGGAL

PEMBUATAN PREPARAT BAKTERI
DAN
PEWARNAAN TUNGGAL
Dalam pembuatan preparat native alat dan bahan yang digunakan yaitu mikroskop, objek glass, cover glas, kawat ose, bunsen, pipet tetes, koloni mikroba agar miring ( bakteri, kapang, dan khamir ), alkohol 95% dan aquades. Proses pembuatan preparat native bakteri yaitu kawat ose dipijarkan di atas api bunsen, setelah itu ambil koloni bakteri pada agar miring PCA ( Plate Count Agar ) secara hati – hati, lalu taruh koloni bakteri tersebut di atas objek glass. Penempatan koloni bakteri tersebut tidak boleh terlalu tebal karena untuk memudahkan pengamatan. Setelah itu tambahkan aquades 1 tetes dengan pipet tetes pada koloni bakteri tersebut lalu ditutup dengan cover glass, lalu diamati di bawah mikroskop dan digambar. proses pembuatan preparat native kapang sistemnya sama yaitu kawat ose dipijarkan di atas api bunsen, setelah itu ambil koloni kapang pada agar miring PDA ( Potatoes Dextrose Agar ) secara hati – hati, lalu taruh koloni kapang tersebut di atas objek glass. Penempatan koloni kapang tersebut tidak boleh terlalu tebal karena untuk memudahkan pengamatan. Setelah itu tambahkan aquades 1 tetes dengan pipet tetes pada koloni kapang tersebut lalu ditutup dengan cover glass, lalu diamati di bawah mikroskop dan digambar. (http://masrurenstein.blogspot.com/2009/05/mikrobiologi-umum.html)(23/10/2009).
Dalam pembuatan preparat ulas alat dan bahan yang digunakan yaitu mikroskop, objek glass, kawat ose, bunsen, pipet tetes, koloni mikroba agar miring ( bakteri, kapang, dan khamir ), alkohol 95% dan metilen biru. Proses pembuatan preparat ulas bakteri yaitu kawat ose dipijarkan di atas api bunsen, setelah itu ambil koloni bakteri pada agar miring PCA ( Plate Count Agar ) secara hati – hati, lalu taruh koloni bakteri tersebut di atas objek glass. Penempatan koloni bakteri tersebut tidak boleh terlalu tebal karena untuk memudahkan pengamatan. Setelah itu tambahkan metilen biru 1 tetes dengan pipet tetes pada koloni bakteri tersebut dan didimakan selama 1 menit, lalu difiksasi dimana fungsi fiksasi yaitu melekatkan mikroba pada obyek glass, memperjelas pengamatan dibawah mikroskop, dan membunuh mikroba. Setelah itu diamati di bawah mikroskop dan digambar. Proses pembuatan preparat ulas kapang yaitu kawat ose dipijarkan di atas api bunsen, setelah itu ambil koloni khamir pada agar miring PDA (Potatoes Dextrose Agar) secara hati – hati, lalu taruh koloni kapang tersebut di atas objek glass. Penempatan koloni kapang tersebut tidak boleh terlalu tebal karena untuk memudahkan pengamatan. Setelah itu tambahkan metilen biru 1 tetes dengan pipet tetes pada koloni kapang tersebut dan didimakan selama 1 menit, lalu difiksasi dimana fungsi fiksasi yaitu melekatkan mikroba pada obyek glass, memperjelas pengamatan dibawah mikroskop, dan membunuh mikroba. Setelah itu diamati di bawah mikroskop dan digambar. Proses pembuatan preparat ulas khamir yaitu kawat ose dipijarkan di atas api bunsen, setelah itu ambil koloni khamir pada agar miring PDA (Potatoes Dextrose Agar) secara hati – hati, lalu taruh koloni khamir tersebut di atas objek glass. Penempatan koloni khamir tersebut tidak boleh terlalu tebal karena untuk memudahkan pengamatan. Setelah itu tambahkan metilen biru 1 tetes dengan pipet tetes pada koloni khamir tersebut dan didimakan selama 1 menit, lalu difiksasi. Setelah itu diamati di bawah mikroskop dan digambar.
(http://masrurenstein.blogspot.com/2009/05/mikrobiologi-umum.html)(23/10/2009).
Mikroorganisme yang ada dialam ini mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu cara untuk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut juga berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel bakteri melalui serangkaian pengecatan (Dwidjoseputro, 1994; Assani, 1994).
Tujuan dari pewarnaan adalah untuk memudahkan melihat bakteri dengan mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia yang khas daripada bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras mikroorganisme dengan sekitarnya (Volk & Wheeler, 1993).
Zat warna adalah senyawa kimia berupa garam-garam yang salah satu ionnya berwarna. Garam terdiri dari ion bermuatan positif dan ion bermuatan negatif. Senyawa-senyawa kimia ini berguna untuk membedakan bakteri-bakteri karena reaksinya dengan sel bakeri akan memberikan warna berbeda. Perbedaan inilah yang digunakan sebagai dasar pewarnaan bakteri. Sel-sel warna dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu asam dan basa. Jika warna terletak pada muatan positif dari zat warna, maka disebut zat warna basa. Jika warna terdapat pada ion negatif, maka disebut zat warna asam. Contoh zat warna basa adalah methylen blue, safranin, netral red, dan lain-lain. Zat warna asam umumnya mempunyai sifat dapat bersenyawa lebih cepat dengan bagian sitoplasma sel sedangkan zat warna basa mudah bereaksi dengan bagian-bagian inti sel. Pewarnaan bakteri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : fiksasi, peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup (http://blogkita.info/my-kampuz/my-kuliah/mikrobiologi/pembuatan-preparat-pengecatannya/)(23/10/2009)
Berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum, dan sebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan pewarna sederhana. Istilah ”pewarna sederhana” dapat diartikan dalam mewarnai sel-sel bakteri hanya digunakan satu macam zat warna saja. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya bermuatan positif). Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu fiksasi, peluntur warna , substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup. Suatu preparat yang sudah meresap suatu zat warna, kemudian dicuci dengan asam encer maka semua zat warna terhapus. sebaliknya terdapat juga preparat yang tahan terhadap asam encer. Bakteri-bakteri seperti ini dinamakan bakteri tahan asam, dan hal ini merupakan ciri yang khas bagi suatu spesies (Dwidjoseputro, 1994).
Kebanyakan bakteri dapat diwarnai dengan pengecatan sederhana atau pengecatan gram, tetapi beberapa genus anggota dari genus Mycobakterium, bersifat resisten dan hanya dapat dilihat dengan metode tahan asam. Karena M. taberculosis dan M. leprae bakteri yang patogenik bagi manusia, maka pengecatan itu bernilai diagnosa dalam mengidentifikasi mikroorganisme tersebut. Perbedaan sifat antara mycobacterium dengan mikroorganisme lainnya adalah dengan adanya suatu dinding tebal yang berlilin (lipoidal) yang menyebabkan penetrasi oleh zat warna menjadi sulit. Akan tetapi, apabila zat warna sudah dapat masuk, zat warna terssebut jadi tidak mudah dibuang meskipun dengan penggunaan asam alcohol yang kuat sebagai zat pelarutnya. Dengan sifat yang demikian, mikroorganisme yang demikian disebut mikroorganisme tahan-asam dan mokroorganisme lainnya yaitu yang mudah dilarutkan dengan asam alcohol disebut mikroorganisme tidak tahan asam. Metode ini mengunakan tiga macam zat kimia yang berbeda. 1) zat warna primer, yaitu karbon Fuchin, 2) zat peluntur warna, 3) counterstain, yaitu metilen biru (Subandu, 2009).
Teknik pewarnaan Pewarnaan sederhana, merupakan pewarna yang paling umum digunakan. Disebut demikian karena hanya digunakan satu jenis cat pewarna untuk mewarnai organisme. Kebanyakan bakteri telah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofil (suka akan basa). Zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromofornya bersifat positif). Pewarnaan sederhana ini memungkinkan dibedakannya bakteri dengan bermacam-macam tipe morfologi (coccus, vibrio, basillus, dsb) dari bahan-bahan lainnya yang ada pasa olesan yang diwarnai (Hadiotomo, 1990).
Pewarnaan negatif, metode ini bukan untuk mewarnai bakteri tetapi mewarnai latar belakangnya menjadi hitam gelap. Pada pewarnaan ini mikroorganisme kelihatan transparan (tembus pandang). Teknik ini berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel. Pada pewarnaan ini olesan tidak mengalami pemanasan atau perlakuan yang keras dengan bahan-bahan kimia, maka terjadinya penyusutan dan salah satu bentuk agar kurang sehingga penentuan sel dapat diperoleh dengan lebih tepat. Metode ini menggunakan cat nigrosin atau tinta cina (http://firebiology07.wordpress.com/2009/04/19/teknik-pewarnaan-mikroorganisme/)(23/10/2009)












enzim dan kerja enjim

Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Berdasarkan strukturnya, enzim terdiri atas komponen yang disebut apoenzim yang berupa protein dan komponen lain yang disebut gugus prostetik yang berupa nonprotein. Gugus prostetik dibedakan menjadi koenzim dan kofaktor. Koenzim berupa gugus organik yang pada umumnya merupakan vitamin, seperti vitamin B1, B2, NAD+ (Nicotinamide Adenine Dinucleotide). Kofaktor berupa gugus anorganik yang biasanya berupa ion-ion logam, seperti Cu2+, Mg2+, dan Fe2+. Beberapa jenis vitamin seperti kelompok vitamin B merupakan koenzim. Jadi, enzim yang utuh tersusun atas bagian protein yang aktif yang disebut apoenzim dan koenzim, yang bersatu dan kemudian disebut holoenzim. (http://metabolismelink.freehostia.com/enzim.htm)
Enzim adalah molekul besar, hampir selalu berupa protein, yang mempercepat laju reaksi kimia tertentu (Tobin, 2005). Enzim dapat mempercepat suatu reaksi kimia dengan cara mengurangi rintangan energi aktivasi. Berdasarkan Seeley (2002), enzim memiliki karakteristik sebagai berikut: mempercepat laju reaksi kimia tanpa mengalami perubahan yang permanen, serta bekerja secara spesifik, yaitu pada pH, suhu, dan substrat yang tertentu saja. Seeley (2002) juga mengatakan bahwa kespesifikan enzim berkaitan dengan sidat molekul pembentuknya, yaitu protein. Protein merupakan polimer dari asam amino, dan ikatan hidrogen antara asam-asam amino di dalam protein akan menyebabkan protein tersebut melipat dan membentuk struktur tiga dimensi. Bentuk tiga dimensi inilah yang menyebabkan hanya pada substrat tertentu saja enzim dapat bekerja. Sebagai tambahan, Campbell (2002) menyatakan bahwa hanya daerah tertentu dari molekul enzim yang sesungguhnya berikatan dengan substrat. Daerah ini disebut tempat aktif, yaitu kantong atau lekukan yang khas pada permukaan protein tersebut.
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-biofagriar-26424

Enzim bekerja dengan dua cara, yaitu menurut Teori Kunci-Gembok (Lock and Key Theory) dan Teori Kecocokan Induksi (Induced Fit Theory). Menurut teori kunci-gembok, terjadinya reaksi antara substrat dengan enzim karena adanya kesesuaian bentuk ruang antara substrat dengan situs aktif (active site) dari enzim, sehingga sisi aktif enzim cenderung kaku. Substrat berperan sebagai kunci masuk ke dalam situs aktif, yang berperan sebagai gembok, sehingga terjadi kompleks enzim-substrat. Pada saat ikatan kompleks enzim-substrat terputus, produk hasil reaksi akan dilepas dan enzim akan kembali pada konfigurasi semula. Berbeda dengan teori kunci gembok, menurut teori kecocokan induksi reaksi antara enzim dengan substrat berlangsung karena adanya induksi substrat terhadap situs aktif enzim sedemikian rupa sehingga keduanya merupakan struktur yang komplemen atau saling melengkapi. Menurut teori ini situs aktif tidak bersifat kaku, tetapi lebih fleksibel (http://metabolismelink.freehostia.com/enzim.htm)
Katalisator mempercepat reaksi kimia, mengalami perubahan selama reaksi, tetapi berubah kembali kepada keadaan semula setelah reaksi-reaksi selesai. Enzim merupakan biokatalisator yang bekerja spesifik. Aktivitas katalis yang dimiliki enzim merupakan alat ukur yang selektif dan sensitif terhadap aktivitas enzim. Aktivitas enzim dapat diamati dari sisa substrat, pH, suhu, dan indikator. Aktivitas enzim dapat diamati dari sisa substrat atau produk yang terbentuk. Faktor yang mempengaruhi pengukuran aktivitas enzim antara lain konsentrasi enzim dan substrat, suhu, pH, dan indikator. Aktivitas enzim meningkat bersamaan dengan peningkatan suhu, laju berbagai proses metabolisme akan naik sampai batasan suhu maksimal. Prinsip biologis utama adalah homeostatis, yaitu keadaan dalam tubuh yang selalu mempertahankan keadaan normalnya. Perubahan relatif kecil saja dapat mempengaruhi aktivitas banyak enzim. Adanya inhibitor non kompetitif irreversibel dan antiseptik dapat menurunkan aktivitas enzim
(http://filzahazny.wordpress.com/2009/07/10/enzim-2/)
Kecepatan reaksi mula-mula meningkat dengan menaiknya suhu, hal ini disebabkan oleh peningkatan energi kinetik pada molekul-molekul yang bereaksi. Akan tetapi pada akhirnya energi kinetik enzim melampaui rintangan energi untuk memutuskan ikatan hidrogen dan hidrofobik yang lemah, yang mempertahankan struktur sekunder-tersiernya. Pada suhu ini terjadi denaturasi enzim menunjukkan suhu optimal. Sebagian besar enzim suhu optimalnya berada diatas suhu dimana enzim itu berada
(http://filzahazny.wordpress.com/2009/07/10/enzim-2/)
Aktivitas enzim maksimal diperoleh pada pH optimal, untuk saliva (enzim amilase) pHnya 7. Bentuk kurva aktivitas pH ditentukan oleh denaturasi enzim (pada pH tinggi atau rendah) dan penambahan status bermuatan pada enzim dan atau substrat. Enzim dapat pula mengalami perubahan bentuk bila pH bervariasi. Gugus yang bermuatan yang jauh dari daerah terikat substrat diperlukan untuk mempertahankan struktur tersier-kuartener yang aktif. Dengan perubahan muatan pada gugus ini maka protein dapat terbuka sehingga aktivitasnya berubah (http://filzahazny.wordpress.com/2009/07/10/enzim-2/)
Kecepatan awal suatu reaksi merupakan kecepatan yang diukur sebelum terbentuk produk yang cukup untuk memungkinkan suatu reaksi, kecepatan awal suatu reaksi yang dikatalisis enzim harus sebanding dengan konsentrasi enzim. Untuk menentukan kecepatan reaksi, sebenarnya pengaruh konsentrasi substratlah yang sangat berarti. Namun, konsentrasi substrat yang menunjukkan kecepatan maksimal aktivitas enzim akan mencerminkan jumlah enzim aktif yang ada. Inhibitor non kompetitif irreversibel adalah suatu zat yang menghambat kerja enzim dengan cara berikatan dengan enzim tetapi bukan pada active sidenya, karena inhibitor tidak memiliki kesamaan dengan struktur substrat, maka peningkatan konsentrasi substrat umumnya tidak menghilangkan inhibitor tersebut. Banyak racun yang bekerja sebagai inhibitor non kompetitif irreversibel terhadap aktivitas enzim, antara lain ion logam berat, iodosetamida, dan zat-zat pengoksidatif (http://filzahazny.wordpress.com/2009/07/10/enzim-2/)
Sebagai katalis dalam reaksi-reaksi di dalam tubuh organisme, enzim memiliki beberapa sifat, yaitu:
1. Enzim adalah protein, karenanya enzim bersifat thermolabil, membutuhkan pH dan suhu yang tepat.
2. Enzim bekerja secara spesifik, dimana satu enzim hanya bekerja pada satu substrat.
3. Enzim berfungsi sebagai katalis, yaitu mempercepat terjadinya reaksi kimia tanpa mengubah kesetimbangan reaksi.
4. Enzim hanya diperlukan dalam jumlah sedikit .
5. Enzim dapat bekerja secara bolak-balik
6. Kerja enzim dipengaruhi oleh lingkungan, seperti oleh suhu, pH, konsentrasi, dan lain-lain (http://metabolismelink.freehostia.com/enzim.htm)
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kerja enzim, yaitu:
1 Suhu
Semakin tinggi suhu, kerja enzim juga akan meningkat. Tetapi ada batas maksimalnya. Untuk hewan misalnya, batas tertinggi suhu adalah 40ºC. Bila suhu di atas 40ºC, enzim tersebut akan menjadi rusak. Sedangkan untuk tumbuhan batas tertinggi suhunya adalah 25ºC.
2 pH
Pengaruh pH terhadap suatu enzim bervariasi tergantung jenisnya. Ada enzim yang bekerja secara optimal pada kondisi asam. Ada juga yang bekerja secara optimal pada kondisi basa.
3 Konsentrasi substrat
Semakin tinggi konsentrasi substrat, semakin meningkat juga kerja enzim tetapi akan mencapai titik maksimal pada konsentrasi tertentu.
4 Konsentrasi enzimSemakin tinggi konsentrasi enzim, semakin meningkat juga kerja enzim.
5 Adanya activator
Aktivator merupakan zat yang memicu kerja enzim.
6 Adanya inhibitor
Inhibitor merupakan zat yang menghambat kerja enzim. Inhibitor ini terdiri dari :
Untuk Hambatan Reversibel
Yang disebabkan oleh terjadinya proses destruksi atau modifikasi sebuah gugus fungsi atau lebih yang terdapat pada molekul enzim. Hambatan reversible dapat berupa hambatan bersaing dan hambatan tidak bersaing. Hambatan bersaing disebabkan karena adanya molekul yang mirip dengan substrat, yang dapat pula membentuk kompleks yaitu kompleks enzim inhibitor (EI), sedang hambatan tidak bersaing ini tidak dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi substrat dan inhibitor yang melakukannya disebut inhibitor tidak bersaing.
Untuk Hambatan tidak Reversibel
Hambatan tidak reversible ini terjadi karena inhibitor bereaksi tidak reversible dengan bagian tertentu pada enzim, sehingga mengakibatkan berubahnya bentuk enzim.
Untuk Hambatan Alosterik
Hambatan ruang karena enzim tersebut tidak berbentuk hiperbola seperti enzim – enzim ang lain tetapi akan terjadi grafik yang berbentuk sigmoida.
http://www.idonbiu.com/2009/05/faktor-yang-mempengaruhi-kerja-enzim.html
Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada bakteri yang diuji. Kebanyakan bakteri memproduksi enzim katalase yang dapat memecah H2O2 menjadi H2O dan O2. Enzim katalase diduga penting untuk pertumbuhan aerobik karena H2O2 yang dibentuk dengan pertolongan berbagai enzim pernafasan bersifat racun terhadap sel mikroba. Beberapa bakteri yang termasuk katalase negatif adalah Streptococcus, Leuconostoc, Lactobacillus, dan Clostridium.
Keberadaan H2O2 pertama kali dideteksi pada kultur Pneumococcus, sebuah organismeyang tidak memproduksi katalase dan sedikit sensitif terhadap peroksida. Organisme yang tidak memproduksi katalase dilindungi oleh penanaman dengan jaringan hewan atau tumbuhan atau organisme lain yang mempunyai kemampuan memproduksi enzim. Katalase diproduksi oleh beberapa bakteri. Beberapa bakteri diantaranya memproduksi katalase lebih banyak daripada yang lain. Ini ditunjukkan dengan jumlah yang banyak pada bakteri aerob. Sedangkan enzim tidak diproduksi oleh bakteri anaerob obligat karena mereka tidak memerlukan enzim tidak diproduksi oleh bakteri anaerob obligat karena mereka tidak memerlukan enzim tersebut.
Bakteri katalase positif seperti S. Aureus bisa menghasilkan gelembung-gelembung oksigen karena adanya pemecahan H2O2 (hidrogen peroksida) oleh enzim katalase yang dihasilkan oleh bakteri itu sendiri. Komponen H2O2 ini merupakan salah satu hasil respirasi aerobik bakteri, misalnya S. aureus, dimana hasil respirasi tersebut justru dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena bersifat toksik bagi bakteri itu sendiri. Oleh karena itu, komponen ini harus dipecah agar tidak bersifat toksik lagi.
Bakteri katalase negatif tidak menghasilkan gelembung-gelembung. Hal ini berarti H2O2 yang diberikan tidak dipecah oleh bakteri katalase negatif, misalnya, L.casei sehingga tidak menghasilkan oksigen. Bakteri katalase negatif tidak memiliki enzim katalase yang menguraikan H2O2.
Mekanisme enzim katalase memecah H2O2 yaitu saat melakukan respirasi, bakteri menghasilkan berbagai macam komponen salah satunya H2O2. Bakteri yang memiliki kemampuan memecah H2O2 dengan enzim katalase maka segera membentuk suatu sistem pertahanan dari toksik H2O2 yang dihasilkannya sendiri. Bakteri katalase positif akan memecah H2O2 menjadi H2O dan O2 dimana parameter yang menunjukkan adanya aktivitas katalase tersebut adalah adanya gelembung-gelembung oksigen seperti pada percobaan yang telah dilakukan. Dengan enzim katalase, H2O2 diurai dengan reaksi sebagai berikut.
2H2O2  2H2O + O2
http://dunia-mikro.blogspot.com/2008/08/uji-katalase.html


Sabtu, 07 November 2009

LAPORAN PRAKTIKUM ENZYM

LAPORAN PRAKTIKUM ENZYM

ENZYM
I. DASAR TEORI ENZIM
Reaksi kimia tetap berlangsung tanpa enzim. Namun, reaksi tersebut berjalan lambat. Berbagai reaksi kimia metabolis di dalam tubuh organisme dapat berlangsung dengan cepat karena sel organisme tersebut menghasilkan enzim. Misalnya saja kita yang dapat menyimpan larutan glukosa dalam jangka waktu tak terbatas bila disimpan di dalam botol yang terjaga kondisinya dan tidak tercemar oleh jamur atau bakteri. Larutan glukosa tersebut akan terurai bila berada di dalam sitoplasma sel. Reaksi kimia di dalam sel dilakukan oleh enzim yang termasuk ke dalam golongan katalis.
Katalis adalah zat yang mempercepat reaksi dengan energi aktivasi tanpa mengubah hasil akhir (produk). Enzim tidak ikut serta dalam pengubahan suatu zat (reaksi), tetapi zat tersebut sibuat berulang kali untuk mempercepat reaksi. Enzim adalah katalis protein yang dihasilkan oleh sel. Zat tersebut mengatur kecepatan dan kekhususan ribuan reaksi kimia yang berlangsung di dalam sel.
Enzim bekerja pada perangkat substrat (reaktan) dan mengubahnya menjadi suatu perangkat hasil (produk). Daerah pada enzim yang mengikat suatu substrat adalah sisi aktif (tempat aktif). Tingkat kekhhususan yang tinggi memungkinkan sel mengendalikan reaksi-reaksi metabolisme dengan mengatur bentuk dan jumlah enzim yang dihasilkan.
Beberapa enzim bersifat sangat spesifik, yaitu hanya mengkatalis suatu reaksi kimia tertentu. Tetapi pada umumnya enzim tidak begitu spesifik dan akan menguraikan zat-zat lain yang mesih berkerabat (berhubungan), misalnya lipase yang dapat bekerja pada sejumlah besar lemak.
Ciri-ciri enzim yaitu sebagai berikut:
1. Enzim terbina daripada protein yang dihasilkan oleh sel hidup.
2. Tindakan enzim spesifik. Setiap jenis enzim hanya bertindak balas dengan substrat tertentu sahaja. Contoh: enzim sukrase hanya boleh berindak balas dengan sukrosa tetapi tidak boleh bertindak balas dengan maltosa walaupun kedua-duanya adalah gula.
3. Tindak balas enzim boleh berbalik. Arah tindak balas bergantung kepada jumlah substrat dan hasil yang ada. Tindak balas penguraian lemak akan berlaku dari kiri ke kanan atau dari kanan ke kiri sehingga keseimbangan tercapai antara kedua-dua substrat.

4. Enzim diperlukan dalam kuantitas yang kecil. Sedikit enzim akan memangkinkan satu bilangan besar tindak balas biokimia yang sama.
5. Enzim tidak boleh dimusnahkan selepas tindak balas biokimia selesai. Oleh itu, enzim boleh digunakan berulang kali.
Cara kerja enzim ada dua yaitu:
model kunci gembok, enzim dimisalkan sebagai sebuah gembok karena memiliki sebuah bagian kesil yang dapat berikatan dengan substrat. Bagian tersebut disebut sisi aktif. Substrat dimisalkan sebagai kunci karena dapat berikatan secara pas dengan sisi aktif enzim.
Induksi pas, pada model ini, sisi aktif enzim dapat berubah bentuk sesuai dengan berntuk substrat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim:
a) Temperatur, karena enzim tersusun dari protein, maka enzim sangat peka terhadap temperatur. Temperatur yang tinggi dapat menghambat reaksi. Pada umumnya temperatur optimum enzim adalah 30-40oC. Kebanyaka enzim tidak menunjukkan reaksi jika suhu turun sampai sekitar 0oC, namun enzim tidak rusak. Bila suhu normal kembali, maka enzim akn aktif kembali. Enzim tahan pada suhu rendah, namun rusak di atas suhu 50oC.
b) Perubahan pH, karena dapat mempengaruhi perubahan asam amino kunci apda saat sisi aktif enzim sehingga menghalangi sisi aktif bergabung dengan substratnya. pH enzim optimum berbeda-beda tergantung jenis enzimnya.
c) Konsentrasi enzim dan substrat, perbandingan jumalh antara enzim dan substrat harus sesuai. Jika enzim terlalu sedikit dan substrat terlalu banyak reaksi akan berjalan lambat dan bahkan ada substrat yang terkatalisasi. Semakin banyak enzim maka reaksi akan semakin cepat.
d) Inhibitor enzim, merupakan penghambat kerja enzim. Jika inhibitor ditambahkan ke dalam campuran enzim dan substrat, kecepatan reaksi akan turun. Cara kerja inhibitor ini adalah berikatan dengan enzim membentuk kompleks enzim-inhibitor yang masih mampu atau tidak mampu berikatan dengan substrat. Inhibitor enzim ada dua, yaitu:
• Inhibitor kompetitif di mana zat pernghambatnya mempunyai struktur yang mirip dengan struktur substrat. Dengan demikian baik substrat maupun zat penghambat berkompetisi atau bersaing untuk bergabung dengan sisia aktif enzim. Jika zat penghambat lebih dulu berikatan dengan sisi aktif enzim, maka substrat tidak bisa lagi berikatan dengan sisi aktif enzim.
• Inhibitor nonkompetitif di mana substrat sudah tidak dapat berikatan dengan kompleks enzim inhibitor, karena sisia ktif enzim berubah.
II. LAPORAN PRAKTIKUM ENZYM
A. Aktivitas Enzym Amylase
1. Dasar Teori
Amylase adalah enzyme yang amiolitik memiliki PH optimum menjadi tidak aktif dalam suasana asam.
Enzim amilase dihasilkan oleh kelenjar ludah (parotis) di mulut dan kelenjar pankreas. Kerja enzim amilase yaitu :



Amilum sering dikenal dengan sebutan zat tepung atau pati. Amilum merupakan karbohidrat atau sakarida yang memiliki molekul kompleks. Enzim amilase memecah molekul amilum ini menjadi sakarida dengan molekul yang lebih sederhana yaitu maltosa.
2. Tujuan
 Untuk mengetahui pengaruh temperature terhadap kerja anzim amilase
3. Alat dan Bahan
• Tabung reaksi g. arutan yodium 1%
• Water bath (penangas air) h. utan benedict
• Thermometer i. pet tetes
• Test plate j. saliva (air ludah)
• Corong dan kain saring k.Pencatat waktu (jam tangan)
• Gelas kimia l. Larutan amilum 20%
4. Cara Kerja
a. Kumpulkan saliva dari semua praktikan (anggota kelompok), kemudian saringlah dengan menggunakan corong dan kain kasa yang di tampung pada gelas kimia.
b. Sediakan water bath yang dipanaskan pada temperatur 450 C dan 500 C
c. Masukan larutan amilum sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi yang tersedia.
d. Kemudian masukan tabung reaksi tersebut ke dalam water bath dengan suhu yang telah di tentukan pada no.2
e. Setelah 10 menit, masukan ke dalam masing-masing tabung reaksi tersebut 15 tetes saliva yang telah disaring, catat waktu pemasukannya.
f. Setiap interval 1 menit, lakukan tes dengan larutan yodium dan benedict sampai terjadi titik akhromatis kemudian catat waktunya.
g. Selama pengujian, tabung reaksi tidak boleh dikeluarkan dari water bath dan suhu dijaga agar tetap konstan.
h. Bandingkanlah hasil yang didapatkan dari masing-masing tabung percobaan.
5. Hasil Pengamatan
a. Hasil Pengamatan dengan menggunakan Larutan Yodium
Menit ke Suhu
200C 25 0C 300 C 350 C 400 C 450 C 50 0C
1 Biru tua (++) Biru tua (+++) Biru Biru Ungu tua Ungu (++) Biru ke hijauan
2 Biru tua (++) Biru tua (+++) Biru Biru Ungu tua Ungu (+++) Biru ke hijauan
3 Biru tua (++) Biru tua (+++) Biru Biru Ungu muda Ungu (+) Biru ke hijauan
4 Biru tua (++) Biru tua (+++) Biru Biru Ungu muda Ungu (++++) Biru ke hijauan
5 Biru tua (++) Biru tua (+++) Biru Biru Ungu muda Ungu (+) Biru ke hijauan
6 Biru tua (++) Biru tua (+++) Biru Biru Ungu muda Ungu (++) Biru ke hijauan
7 Biru tua (++) Biru tua (+++) Biru Biru Ungu muda Ungu (+++) Biru ke hijauan
8 Biru tua (+) Biru tua (+++) Biru Biru Ungu muda Ungu (+++) Biru ke hijauan
Dibawah ini merupakan gambar dari hasil pengamatan enzim katalase dengan menggunakan larutan yodium:
 Pada Suhu 450C
Menit ke-1 Menit ke-2 Menit ke-3 Menit ke-4

Menit ke-5 Menit ke-7 Menit ke-6 Menit ke-8
 Pada Suhu 500C

Menit ke-4 Menit ke-1 Menit ke-2 Menit ke-3








Menit ke-5 Menit ke-6 Menit ke-7 Menit ke-8



b. Hasil Pengamatan dengan menggunakan Larutan Benedict

Menit ke Suhu
200C 25 0C 300 C 350 C 400 C 450 C 50 0C
1 Biru Biru Hitam Hijau Hijau kekuningan Hijau kekuningan Ungu (+++)
2 Biru Biru Hitam (++) Hijau Hijau kekuningan Hijau kekuningan Ungu (+++++)
3 Biru Biru Hitam Hijau Hijau kekuningan Hijau kekuningan Ungu (+++++)
4 Biru Biru Abu (++) Hijau Hijau kekuningan Hijau kekuningan Ungu (++++)
5 Biru tua (++) Biru Abu
Hijau Hijau kekuningan Hijau kekuningan Ungu (++++)
6 Biru tua (++) Biru Abu (++) Hijau Hijau kekuningan Hijau kekuningan Ungu (+)
7 Biru (++) Biru Abu Hijau Hijau kekuningan Hijau kekuningan Ungu (++)
8 Biru (+) Biru Abu Hijau Hijau kekuningan Hijau kekuningan Ungu (+)


Dibawah ini merupakan gambar(fhoto) dari hasil pengamatan enzim katalase dengan menggunakan larutan benedict:
 Pada Suhu 450C







 Pada Suhu 500C







6. Pembahasan
Dalam percobaan ini telah terbukti bahwa suhu yang optimum bagi enzim amilase sangat mempengaruhi aktivitasnya .
Selain suhu, waktu juga mempengaruhinya. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengamatan.

B. SIFAT PROTEOLITIK ENZYM PEPSIN
1. Dasar Teori
Pepsin merupakan emzim proteolitik dan memiliki pH optimum, pada pH 5 menjadi tidak aktif dan pada medium bersifat alkalis, enzim menjadi rusak.
Enzim pepsin dihasilkan oleh kelenjar di lambung berupa pepsinogen. Selanjutnya pepsinogen bereaksi dengan asam lambung menjadi pepsin. Cara kerja enzim pepsin yaitu :


Enzim pepsin memecah molekul protein yang kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana yaitu pepton. Molekul pepton perlu dipecah lagi agar dapat diangkut oleh darah.
2. Tujuan
 Untuk mengetahui pengaruh medium terhadap kerja enzym pepsin
3. Alat dan Bahan
• Larutan pepsin
• HCL 0,4 %
• Fibrin atau albumin kering
• Tabung reaksi
• Water bath (penangas air)
• Thermometer
• Pengukur waktu
• Rak tabung reaksi
4. Cara Kerja
a. ambil tabung reaksi dan masukan sedikit fibrin atau albumin dengan jumlah yang sama. Kemudian lakukan sebagai berikut:
• Tabung no 1 + 2 ml pepsin dan 2 ml HCL 0,4 %
• Tabung no 2 + 2 ml pepsin dan 3 ml aquadest
• Tabung no 3 + 2 ml aquadest dan 2 ml HCL 0,4 %
b. Tabung no 4+2 ml pepsin yang didihkan dulu dan 2 ml HCL 0,4 %
c. Campurkan semua zat yang ada pada setiap tabung reaksi dengan mengocoknya kemudian simpan pada temperature 380 C pada penangas air selama 30 menit.
d. Amati dan catat perubahan yang terjadi pada setiap tabung reaksi tersebut.


5. Hasil Pengamatan
No tabung Bahan yang terkandung
(campuran terdiri atas) Perubahan yang terjadi
awal akhir
1. 2 ml pepsin dan 2 ml HCL 0,4 % Bening Keruh(+)
2. 2 ml pepsin dan 3 ml aquadest Bening Keruh(+)
3. 2 ml aquadest dan 2 ml HCL 0,4 % Bening Jernih
4. 2 ml pepsin yang didihkan + 2 ml HCL 0,4 % Bening Keruh(++)

Dibawah ini merupakan gambar dari hasil pengamatan sifat proteolitik enzym pepsin:
Warna Asal

Jumat, 06 November 2009

Argumentasi

di suatu hari ada harapan yang harus di tuju, apakah kita harus bagaimana? bila disisi lain bertentangan..............?